WELCOME TO MY BLOG

bacaan islam,artikel jawa,motivasi dan kata-kata mutiara.

Senin, 31 Januari 2011

MAKNANE aksara JAWA

Adapun makna yang dimaksud adalah sebagai berikut: (1) HA NA CA RA KA: Ha: Hurip = hidup
Na: Legeno = telanjang
Ca: Cipta = pemikiran, ide ataupun kreatifitas
Ra: Rasa = perasaan, qalbu, suara hati atau hati nurani
Ka: Karya = bekerja atau pekerjaan. (2) DA TA SA WA LA DA TA SA WA LA (versi pertama): Da: Dodo = dada
Ta: Toto = atur
Sa: Saka = tiang penyangga
Wa: Weruh = melihat
La: lakuning Urip = (makna) kehidupan. DA TA SA WA LA (versi kedua): Da-Ta (digabung): dzat = dzat
Sa: Satunggal = satu, Esa
Wa: Wigati = baik
La: Ala = buruk (3) PA DHA JA YA NYA: PA DHA JA YA NYA =Sama kuatnya
(tidak diartikan per huruf). (4) MA GA BA THA NGA : Ma: Sukma = sukma, ruh, nyawa
Ga: Raga = badan, jasmani
Ba-Tha: bathang = mayat
Nga: Lungo = pergi Tetapi selanjutnya dengan sedikit ngawur saya pribadi akan berusaha menyelami dan menjabarkan tafsir huruf Jawa versi Ki Hadjar tersebut sesuai dengan kemampuan saya. Kalau banyak kesalahan ya mohon dimaklumi karena saya bukanlah seorang filusuf, saya hanya ingin mengenal lebih jauh huruf Jawa (walaupun secara ngawur dengan cara sendiri). (1) HA NA CA RA KA: Ha: Hurip = hidup
Na: Legeno = telanjang
Ca: Cipta = pemikiran, ide ataupun kreatifitas
Ra: Rasa = perasaan, qalbu, suara hati atau hati nurani
Ka: Karya = bekerja atau pekerjaan. Dari arti secara harfiah tsb, saya
berusaha menjabarkannya menjadi dua versi: **)
Ketelanjangan=kejujuran Bukankah secara fisik manusia lahir dalam keadaan telanjang? Tapi sebenarnya ketelanjangan itu tidak hanya sekedar fisik saja. Bayi yang baru lahir juga memiliki jiwa yang “telanjang”, masih suci… polos lepas dari segala dosa. Seorang bayi juga “telanjang” karena dia masih jujur… lepas dari perbuatan bohong (kecuali bayi aneh ). Sedangkan CA-RA-KA mempunyai makna cipta-rasa-karya . Sehingga HA NA CA RA KA akan memiliki makna dalam mewujudkan dan mengembangkan cipta, rasa dan karya kita harus tetap menjunjung tinggi kejujuran. Marilah kita “telanjang” dalam bercipta, berrasa dan berkarya. **)) Pengembangan potensi Jadi HA NA CA RA KA bisa ditafsirkan bahwa manusia “dihidupkan” atau dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan “telanjang”. Telanjang di sini dalam artian tidak mempunyai apa-apa selain potensi. Oleh karena itulah manusia harus dapat mengembangkan potensi bawaan tersebut dengan cipta- rasa-karsa. Cipta-rasa-karsa merupakan suatu konsep segitiga (segitiga merupakan bentuk paling kuat dan seimbang) antara otak yang mengkreasi cipta, hati/kalbu yang melakukan fungsi kontrol atau pengawasan dan filter (dalam bentuk rasa) atas segala ide-pemikiran dan kreatifitas yang dicetuskan otak, serta terakhir adalah raga/tubuh/ badan yang bertindak sebagai pelaksana semua kreatifitas tersebut (setelah dinyatakan lulus sensor oleh rasa sebagai badan sensor manusia).
Secara ideal memang semua perbuatan (karya) yang dilakukan oleh manusia tidak hanya semata hasil kerja otak tetapi juga “kelayakannya” sudah diuji oleh rasa. Rasa idealnya hanya meloloskan ide- kreatifitas yang sesuai dengan norma. Norma di sini memiliki arti yang cukup luas, yaitu meliputi norma internal (perasaan manusia itu sendiri atau istilah kerennya kata hati atau suara hati) atau bisa juga merupakan norma eksternal (dari Tuhan yang berupa agama dan aturannya atau juga norma dari masyarakat yang berupa aturan hukum dll). (2) DA TA SA WA LA: (versi pertama) Da: Dodo = dada
Ta: Toto = atur
Sa: Saka = tiang penyangga
Wa: Weruh = melihat
La: lakuning Urip = (makna) kehidupan. DA TA SA WA LA berarti dadane ditoto men iso ngadeg jejeg (koyo soko) lan iso weruh (mangerteni) lakuning urip. Dengarkanlah suara hati (nurani) yang ada di dalam dada, agar kamu bisa berdiri tegak seperti halnya tiang penyangga dan kamu juga akan mengerti makna kehidupan yang sebenarnya.
Kata “atur” bisa berarti manage dan juga evaluate sedangkan dada sebenarnya melambangkan hati (yang terkandung di dalam dada). Jadi dadanya diatur mengandung arti bahwa kita harus senantiasa me-manage (menjaga-mengatur) hati kita untuk melakukan suatu langkah evaluatif dalam menjalani kehidupan supaya kita dapat senantiasa berdiri tegak dan tegar dalam memandang dan memaknai kehidupan. Kita harus senantiasa memiliki motivasi dan optimisme dalam berusaha tanpa melupakan kodrat kita sebagai makhluk Alloh yang dalam konsep Islam dikenal dengan ikhtiar- tawakal, ikhtiar adalah berusaha semaksimal mungkin sedangkan tawakal adalah memasrahkan segala hasil usaha tersebut kepada Alloh. DA TA SA WA LA: (versi kedua) Da-Ta (digabung): dzat = dzat
Sa: Satunggal = satu, Esa
Wa: Wigati = baik
La: Ala = buruk DA TA SA WA LA bisa ditafsirkan bahwa hanya Dzat Yang Esa-lah (yaitu Tuhan) yang benar-benar mengerti akan baik dan buruk. Secara kasar dan ngawur saya mencoba menganggap bahwa kata “baik” di sini ekuivalen dengan kata “benar” sedangkan kata “buruk” ekuivalen dengan “salah”. Jadi alangkah baiknya kalau kita tidak dengan semena- mena menyalahkan orang (kelompok) lain dan menganggap bahwa kita (kelompok kita) sebagai pihak yang paling benar. (3) PA DHA JA YA NYA: PA DHA JA YA NYA = sama kuat
Pada dasarnya/awalnya semua manusia mempunyai dua potensi yang sama (kuat), yaitu potensi untuk melakukan kebaikan dan potensi untuk melakukan keburukan. Mungkin memang benar ungkapan bahwa manusia itu bisa menjadi sebaik malaikat tetapi bisa juga buruk seperti setan dan juga binatang. Mengingat adanya dua potensi yang sama kuat tersebut maka selanjutnya tugas manusialah untuk memilih potensi mana yang akan dikembangkan. Sangat manusiawi dan lumrah jika manusia melakukan kesalahan, tetapi apakah dia akan terus memelihara dan mengembangkan kesalahannya tersebut? Potensi keburukan dalam diri manusia adalah hawa nafsu, sehingga tidak salah ketika Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa musuh terbesar kita adalah hawa nafsu yang bersemayam dalam diri kita masing-masing. (4) MA GA BA THA NGA: Ma: Sukma = sukma, ruh, nyawa
Ga: Raga = badan, jasmani
Ba-Tha: bathang = mayat
Nga: Lungo = pergi Secara singkat MA GA BA THA NGA saya artikan bahwa pada akhirnya manusia akan menjadi mayat ketika sukma atau ruh kita meninggalkan raga/jasmani kita. Sesungguhnya kita tidak akan hidup selamanya dan pada akhirnya akan kembali juga kepada Alloh. Oleh karena itu kita
harus senantiasa mempersiapkan bekal untuk menghadap Alloh.

Minggu, 30 Januari 2011

"SEMBOYAN DAKWAH WALISANGA"

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ ruf, dan mencegah dari yang munkar,
dan beriman kepada Allah.
Sekiranya ahli kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi
mereka, di antara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasik.”(QS. Ali Imron : 110) .Kurang lebih lima ratus tahun
yang lalu walisongo berdakwah
dan berkeliling kehampir seluruh
pulau jawa, maka dalam masa
yang relatif singkat, yang hampir
penduduknya beragama Hindu dan Budha, maka berubah
menjadi kerajaan Islam Demak.
Para Walisoongo mempunyai
semboyan yang terekam hingga
saat ini adalah : 1. Ngluruk Tanpo Wadyo Bolo /
Tanpo pasukan
Berdakwah dan berkeliling
kedaerah lain tanpa membawa
pasukan. 2. Mabur Tanpo Lar/Terbang
tanpa Sayap
Pergi kedaerah nan jauh
walaupun tanpa sebab yang
nampak. 3. Mletik Tanpo Sutang/Meloncat
Tanpa Kaki
Pergi kedaerah yang sulit
dijangkau seperti gunung-gunung
juga tanpa sebab yang kelihatan. 4. Senjoto Kalimosodo
Kemana-mana hanya membawa
kebesaran Allah SWT.
(Kalimosodo : Kalimat Shahadat) 5. Digdoyo Tanpo Aji
Walaupun dimarahi, diusir, dicaci
maki bahkan dilukai fisik dan
mentalnya namun mereka
seakan-akan orang yang tidak
mempan diterjang bermacam- macam senjata. 6. Perang Tanpo tanding
Dalam memerangi nafsunya
sendiri dan mengajak orang lain
supaya memerangi nafsunya.
Tidak pernah berdebat,
bertengkar atau tidak ada yang menandingi cara kerja dan hasil
kerja daripada mereka ini. 7. Menang Tanpo Ngesorake/
Merendahkan
Mereka ini walaupun dengan
orang yang senang, membenci,
mencibir, dan lain-lain akan tetap
mengajak dan akhirnya yang diajak bisa mengikuti usaha
agama dan tidak merendahkan,
mengkritik dan membanding-
bandingkan, mencela orang lain
bahkan tetap melihat
kebaikannya. 8. Mulyo Tanpo Punggowo
Dimulyakan, disambut, dihargai,
diberi hadiah, diperhatikan,
walaupun mereka sebelumnya
bukan orang alim ulama, bukan
pejabat, bukan sarjana ahli tetapi da’ I yang menjadikan dakwah maksud dan tujuan. 9. Sugih Tanpo Bondo
Mereka akan merasa kaya dalam
hatinya. Keinginan bisa
kesampaian terutama keinginan
menghidupkan sunnah Nabi, bisa
terbang kesana kemari dan keliling dunia melebihi orang
terkaya didunia. Semboyan seperti diatas sudah
banyak dilupakan umat islam
masa kini. Pesan Walisongo
diantaranya pesan Sunan
kalijogo diantaranya adalah : 1. Yen kali ilang kedunge
2. Yen pasar ilang kumandange
3. Yen wong wadon ilang wirange
4. Enggal-enggal topo lelono
njajah deso milangkori ojo bali
sakdurunge patang sasi, enthuk wisik soko Hyang Widi,
maksudnya adalah : Apabila
sungai sudah kering, pasar hilang
gaungnya, wanita hilang rasa
malunya, maka cepatlah
berkelana dari desa ke desa jangan kembali sebelum empat
bulan untuk mendapatkan ilham
(ilmu hikmah) dari Allah SWT. Para Walisongo berdakwah
dengan mempunyai sifat-sifat
diantaranya : 1. Mempunyai sifat Mahabbah
atau kasih sayang
2. Menghindari pujian karena
segala pujian hanya milik Allah
SWT
3. Selalu risau dan sedih apabila melihat kemaksiatan
4. Semangat berkorban harta
dan jiwa
5. Selau memperbaiki diri
6. Mencari ridho Allah SWT
7. Selalu istighfar setelah melakukan kebaikan
8. Sabar menjalani kesulitan
9. Memupukkan semua kejagaan
hanya kepada Allah SWT
10. Tidak putus asa dalam
menghadapi ketidak berhasilan usaha
11. Istiqomah seperti unta
12. Tawadhu seperti bumi
13. Tegar seperti gunung
14. Pandangan luas dan tinggi
menyeluruh seperti langit. 15. berputar terus seperti
matahari sehingga memberi
kepada semua makhluk tanpa
minta bayaran. Para Walisongo adalah penerus
dakwah Nabi Muhammad SAW,
sebagai penerus atau
penyambung perjuangan, mereka
rela meninggalkan keluarga,
kampung halaman dan apa-apa yang menjadi bagian dari
hidupnya. Para Walisongo rela
bersusah payah seperti itu
karena menginginkan ridho Allah
SWT. Diturunkannya agama
adalah agar manusia mendapat kejayaan didunia dan akherat.
Segala kebahagiaan, kejayaan,
ketenangan, keamanan,
kedamainan dan lain-lainnya akan
terwujud apabila manusia taat
pada Allah SWT dan mengikuti sunnah baginda Nabi Muhammad
SAW secara keseluruhan atau
secara seratus persen.
Sebagaimana dikatakan dalam Al-
Qur’ an bahwa ummat Nabi Muhammad SAW diutus
kepermukaan bumi adalah khusus
mempunyai tanggung jawab
penting. Misi pentingnya adalah
untuk mengajak manusia
dipermukaan bumi ini ke jalan Allah SWT.

jawa sing jawani

JAWA dan kejawen
seolah
tidak
dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Kejawen bisa jadi merupakan suatu sampul atau kulit luar dari beberapa ajaran yang berkembang di Tanah Jawa, semasa zaman Hinduisme dan Budhisme. Dalam perkembangannya,
penyebaran islam di Jawa juga dibungkus oleh ajaran- ajaran terdahulu, bahkan terkadang melibatkan aspek kejawen sebagai jalur penyeranta yang baik bagi penyebarannya. Walisongo memiliki andil besar dalam penyebaran islam di Tanah Jawa. Unsur- unsur dalam islam berusaha ditanamkan dalam budaya- budaya jawa semacam pertunjukan wayang kulit, dendangan lagu-lagu jawa , ular-ular ( putuah yang berupa filsafat), cerita- cerita kuno, hingga upacara-upacara tradisi yang
dikembangkan,khususnya di Kerjaan Mataram (Yogya/ Solo). Dalam pertunjukan wayang kulit yang paling dikenal adalah cerita tentang Serat Kalimasada (lembaran yang berisi mantera/ sesuatu yang sakral) yang cukup ampuh dalam melawan segala keangkaramurkaan dimuka bumi. Dalam cerita itu dikisahkan bahwa si pembawa serat ini akan menjadi sakti mandraguna. Tidak ada yang tahu apa isi serat ini. Namun diakhir cerita, rahasia dari serat inipun dibeberkan oleh dalang. Isi serat Kalimasada berbunyi "Aku bersaksi tiada Tuhan Selain Allah dan
Aku bersaksi Muhammad adalah utusan-Nya" ,isi ini tak lain adalah isi dari Kalimat Syahadat. Dalam pertunjukan wayangpun sang wali selalu mengadakan di halaman masjid, yang disekelilingnya di beri parit melingkar berair jernih. Guna parit ini tak lain adalah untuk melatih para penonton wayang untuk wisuh atau mencuci kaki mereka sebelum masuk masjid. Simbolisasi dari wudu yang disampaikan secara baik. Dalam perkembangan selanjutnya, sang wali juga menyebarkan lagu-lagu yang bernuansa simbolisasi yang kuat. Yang terkenal karangan dari Sunan Kalijaga adalah lagu Ilir-Ilir. Memang tidak semua syair menyimbolkan suatu ajaran islam, mengingat diperlukannya suatu keindahan dalam mengarang suatu lagu. Sebagian arti yang kini banyak digali dari lagu ini di antaranya : Tak ijo royo-royo tak senggoh penganten anyar : Ini adalah sebuah diskripsi mengenai para pemuda, yang dilanjutkan dengan, Cah angon,cah angon, penekna blimbing kuwi, lunyu-lunyu penekna kanggo seba mengko sore : Cah angon adalah simbolisasi dari manusia sebagai Khalifah Fil Ardh, atau pemelihara alam bumi ini (angon bhumi). Penekno blimbing
kuwi ,mengibaratkan buah belimbing yang memiliki lima segi membentuk bintang. Kelima segi itu adalah pengerjaan rukun islam (yang lima) dan Salat lima waktu. Sedang lunyu-lunyu penekno , berarti, tidak mudah untuk dapat mengerjakan keduanya (Rukun islam dan salat lima waktu) ,dan memang jalan menuju ke surga tidak mudah dan mulus. Kanggo sebo mengko sore, untuk bekal di hari esok (kehidupan setelah mati). Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar
kalangane : Selagi masih banyak waktu selagi muda, dan ketika tenaga masih kuat, maka lakukanlah (untuk beribadah). Memang masih banyak translasi dari lagu ini, namun substansinya sama, yaitu membumikan agama,menyosialisasikan
ibadah dengan tidak lupa tetap menyenangkan kepada pengikutnya yang baru. Dalam lagu-lagu Jawa, ada gendhing bernama Mijil, Sinom, Maskumambang, kinanthi,
asmaradhana,hingga
megatruh dan pucung. Ternyata kesemuanya merupakan perjalanan hidup
seorang manusia. Ambillah Mijil,yang berarti keluar, dapat diartikan sebagai lahirnya seorang jabang bayi dari rahim ibu. Sinom dapat di artikan sebagai seorang anak muda yang bersemangat untuk belajar. Maskumambang berarti seorang pria dewasa yang cukup umur untuk menikah, sedangkan untuk putrinya dengan gendhingKinanthi. Proses berikutnya adalah pernikahan atau katresnan antar keduanya disimbolkan dengan Asmaradhana. Hingga akhirnya Megatruh, atau dapat dipisah Megat- Ruh.Megat berarti bercerai atau terpisah sedangkan ruh adalah Roh atau jiwa seseorang. Ini proses sakaratul maut seorang manusia. Sebagai umat beragama islam tentu dalam prosesi
penguburannya ,badan jenazah harus dikafani dengan kain putih, mungkin inilah yang disimbolkan dengan pucung (atau Pocong). Kesemua jenis gendhing ditata apik dengan syai- syair yang beragam, sehingga mudah dan selalu pas untuk didendangkan pada masanya. Ada banyaknya filsafat Jawa yang berusaha diterjemahkan oleh para wali, menunjukkan bahwa walisongo dalam mengajarkan agama selalu dilandasi oleh budaya yang kental. Hal ini sangat dimungkinkan, karena masyarakat Jawa yang menganut budaya tinggi, akan sukar untuk meninggalkan budaya lamanya ke ajaran baru walaupun ajaran tesebut sebenarnya mengajarkan sesuatu yang lebih baik,seperti ajaran agama islam . Sistem politik Aja Nabrak Tembok (tidak menentang arus) diterapkan oleh para dunan.. Dalam budaya jawa sebenarnya sangat sarat dengan filsafat hidup (ular- ular). Ada yang disebut Hasta Brata yang merupakan teori kepemimpinan, berisi mengenai hal-hal yang disimbolisasikan dengan benda atau kondisi alam seperti Surya, Candra, Kartika, Angkasa, Maruta,Samudra,Dahana
dan Bhumi. 1. Surya (Matahari) memancarkan sinar terang sebagai sumber kehidupan. Pemimpin hendaknya mampu menumbuhkembangkan daya hidup rakyatnya untuk membangun bangsa dan negaranya. 2. Candra (Bulan) , yang memancarkan sinar ditengah kegelapan malam. Seorang pemimpin hendaknya mampu memberi semangat kepada rakyatnya ditengah suasana suka ataupun duka. 3. Kartika (Bintang), memancarkan sinar kemilauan, berada ditempat tinggi hingga dapat dijadikan pedoman arah, sehingga seorang pemimpin hendaknya menjadi teladan bagi untuk berbuat kebaikan 4. Angkasa (Langit), luas tak terbatas, hingga mampu menampung apa saja yang datang padanya.Prinsip seorang pemimpin hendaknya mempunyai ketulusan batin dan kemampuan mengendalikan diri dalam menampungpendapat
rakyatnya yang bermacam- macam. 5. Maruta (Angin), selalu ada dimana-mana tanpa membedakan tempat serta selalu mengisi semua ruang yang kosong. Seorang pemimpin hendaknya selalu dekat dengan rakyat, tanpa membedakan derajat da martabatnya. 6. Samudra (Laut/air), betapapun luasnya, permukaannya selalu datar dan bersifat sejuk menyegarkan. Pemimpin hendaknya bersifat kasih sayang terhadap rakyatnya. 7. Dahana (Api), mempunyai kemampuan membakar semua yang bersentuhan dengannya. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa dan berani menegakkan kebenaran secara tegas tanpa pandang bulu. 8. Bhumi (bumi/tanah), bersifat kuat dan murah hati. Selalu memberi hasil kepada yang merawatnya. Pemimpin hendaknya bermurah hati (melayani) pada rakyatnya untuk tidak mengecewakan kepercayaan rakyatnya. Dalam teori kepemimpinan yang lain ada beberapa filsafat lagi yang banyak dipakai , agar setiap pemimpin (Khususnya dari Jawa) memiliki sikap yang tenang dan wibawa agar masyarakatnya dapat hidup tenang dalam menjalankan aktifitasnya seperti falsafah : Aja gumunan, aja kagetan lan aja dumeh. Maksudnya, sebagai pemimpin janganlah terlalu terheran-heran (gumun) terhadap sesuatu yang baru (walau sebenarnya amat sangat heran), tidak menunjukkan sikap kaget jika ada hal-hal diluar dugaan dan tidak boleh sombong (dumeh) dan aji mumpung sewaktu menjadi seorang pemimpin.Intinya falsafah ini mengajarkan tentang menjaga sikap dan emosi bagi semua orang terutama seorang pemimpin. Falsafah sebagai seorang anak buahpun juga ada dalam ajaran Jawa, ini terbentuk agar seorang bawahan dapat kooperatif dengan pimpinan dan tidak mengandalakan egoisme kepribadian, terlebih untuk mempermalukan atasan, seperti digambarkan dengan, Kena cepet ning aja ndhisiki, kena pinter ning aja ngguroni,kena takon ning aja ngrusuhi. Maksudnya, boleh cepat tapi jangan mendahului (sang pimpinan) , boleh pintar tapi jangan menggurui (pimpinan), boleh bertanya tapi jangan menyudutkan pimpinan. Intinya seorang anak buah jangan bertindak yang memalukan pimpinan, walau dia mungkin lebih mampu dari sang pimpinan. Sama sekali falsafah ini tidak untuk menghambat karir seseorang dalam bekerja, tapi, inilah kode etik atau norma yang harus di pahami
oleh tiap anak buah atau seorang warga negara, demi menjaga citra pimpinan
yang berarti citra perusahaan dan bangsa pada umumnya. Penyampaian pendapat tidak harus dengan memalukan,menggurui dan mendemonstrasi (ngrusuhi) pimpinan, namun pasti ada cara diluar itu yang lebih baik. Toh jika kita baik ,tanpa harus mendemonstrasikan secara vulgar kebaikan kita, orang pun akan menilai baik. Dalam kehidupan umum pun ada falsafah yang menjelaskan tentang The Right Man on the Right Place (Orang yang baik adalah orang yang mengerti
tempatnya). Di falsafah jawa istilah itu diucapakan dengan Ajining diri saka pucuke Lathi, Ajining raga saka busana. Artinya harga diri seseorang tergantung dari ucapannya dan sebaiknya seseorang dapat menempatkan diri sesuai dengan busananya (situasinya). Sehingga tak heran jika seorang yang karena ucapan dan pandai menempatkan dirinya akan dihargai oleh orang lain. Tidak mengintervensi dan memasuki dunia yang bukan dunianya ini ,sebenarnya mengajarkan suatu sikap yang dinamakan profesionalisme, yang mungkin agak jarang dapat kita jumpai (lagi). Sebagai contoh tidak ada bedanya seorang mahasiswa yang pergi ke kampus dengan yang pergi ke mal , dan itu baru dilihat dari segi busana/bajunya , yang tentu saja baju akan sangat mempengaruhi tingkah laku dan psikologi seseorang. Masih banyak filsafat Jawa yang mungkin, tidak dapat diuraikan satu persatu, terlebih keinginan saya bukan untuk banyak membahas hal ini, mengingat ini bukan bidang saya, namun kami hanya ingin memberikan suatu wacana umum kepada pembaca, bahwa, banyak sekali ilmu yang dapat kita gali dari budaya (Jawa) kita
saja, sebelum kita menggali budaya luar terlebih hanya meniru (budaya luar)-nya saja.